ZR and Partner

we are can help your problem

 
We Office
Kantor Advokat
Zainuddin H.Abdulkadir, SH & Rekan
alamat: Jl. Hasanuddin No. 83 B Kota Pontianak
telp.0561-7566555
fax.0561 773126
email : zanhak @gmail.com
Partnership
Konsultasi
konsultasi gratis
telp.0561 7566555
dengan Anselma, SH
Just For You
zwani.com myspace graphic comments
Traffic
who online
Your Comments here

ShoutMix chat widget
Kalender

Free Blog Content

Your music
Email
You Tube
Photobucket
UU APP ataukan AMADEMEN KUHP
Friday, October 31, 2008




Secara pribadi saya menolak pornografi berkembang di negara kita tercinta ini, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah perlu dibuat suatu aturan yang mengatur hal-hal yang paling mendasar dari manusia itu, baik mengenai budi pekerti maupun bagaimana bersikap dan bagaimana berpakaian, bukankah hal tersebut telah melanggar hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang semenjak dia lahir?


Banyak kelemahan yang terdapat dalam UU Anti Pornografi dan pornoaksi, yang konsekuensinya akan membuat keresahan dan kebingungan dalam pelaksanaan UU itu nantinya. Bukankah suatu undang-undang dibuat untuk kenyamanan bagi masyarakat, akan tetapi kenyataannya UU ini memiliki ekses yang demikian luar biasa dengan pro dan kontra diantara lapisan masyarakat.
Mungkin yang agak aneh dan menjadi sorotan beberapa pihak adalah adalah sebagaimana dalam Bab V Peran Serta masyarakat pasal 51 yaitu :
(1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :
a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;
b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;
c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :
a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.


Di dalam pasal tersebut nantinya akan menimbulkan kerancuan, dimana tentu akan timbul pertanyaan siapa orang yang berhak untuk mengatur kehidupan dan prilaku orang lain, bukankah hal tersebut nantinya akan menimbulkan konflik di dalam masyarakat?
Di lihat dari sudut pandang hukum, UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini cukup aneh, biasanya hukum lebih mengatur mengenai tindakan seseorang yang berkaitan dengan pihak lain, baik itu yang merugikan maupun yang menguntungkan, seperti merampok, memfitnah, mencuri, membunuh, menikah, bercerai dan sebagainya, akan tetapi dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini malah terllihat berambisi untuk mengatur bagaimana seseorang mengekspresikan dirinya untuk mengunakan pakaian maupun berprilaku, sehingga akibatnya akan timbul pertanyaan apakah moral bangsa ini benar-benar tidak ada sehingga perlu diatur mengenai prilaku warga negaranya?
Selain itu kami rasa jika kebebasan seseorang terbelenggu tentu saja UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini bertentangan dengan kebebasan individu sebagai warga negara maupun manusia seutuhnya yang telah dijamin oleh UUD 45.
Dalam pembentukan suatu Undang-Undang haruslah selalu diingat bahwa suatu Undang-undang untuk perlindungan terhadap warga negaranya. Kalau kita melihat dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini yang terdiri dari sebelas bab dan 93 pasal, maka saya telaah dan pelajari maka sangat tidak jelas mengenai siapa pelaku yang dimaksud dalam UU APP ini termasuk siapa korban yang harus dilindungi, yang nampak jelas dalam UU APP ini adalah untuk menjadikan perempuan sebagai pelaku dan mungkin ini nantinya bisa akan menimbulkan diintegrasi bangsa jika tidak segera diantisipasi, dan saya menyarankan kepada kaum saya para perempuan untuk waspada dan hati-hati dalam hal berpakaian dan bertingkah laku disemua tempat.
Jika saja definisi pornografi dibatasi pada aspek eksploitasi seksual yang dalam konteks hak asasi manusia dianggap pelanggaran, karena ada suatu serangan, pembedaan dan diskriminasi pada sekelompok orang, saya kira UU APP ini akan bisa diterima dalam masyarakat.
Saat ini definisi tersebut kalau saya baca dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi sangat luas, sehingga tidak jelas konteksnya sehingga cenderung menimbulkan multiinterprestasi bagi siapa saja yang membacanya dan selanjutnya wajar jika pada saat ini timbul kelompok-kelompok yang pro dan kontra akan keberadaan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini.
Di dalam UU ini sama sekali tidak ada batasan yang jelas, malah terlalu luas sehingga bisa akan mematikan budaya yang ada dalam masyarakat, apalagi kita ketahui Indonesia terdiri dari multi budaya yang tata cara berpakaian dan adat istiadatnya berbeda pula. Jadi kami khawatir UU ini nantinya kalau tidak diperbaiki lagi akan menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri.
Untuk melihatnya kami akan mencoba membawa ke pada pasal dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi yaitu pada pasal 1 ayat 1 dan 2:
Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :
1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.
2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika dimuka umum.


Pada pasal ini kami mempunyai pemikiran bahwa antara eksploitasi seksual, seksualitas sendiri, kecabulan dan erotika tidak mencerminkan satu hal yang mempunyai arti sekaligus, akan tetapi seolah-olah dicampur adukan tanpa ada pemisahan yang jelas.
Selanjutnya mari kita melangkah ke pasal 3 UU Anti Pornografi dan Pornoaksi :
Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;
a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa. ,
b. Memberikan perlindungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat


Menurut hemat kami tujuan dari pasal tersebut adalah untuk perlindungan, akan tetapi sangat disayangkan di dalam pasal tersebut tidak dijelaskan siapa saja yang akan di lindungi dalam pasal tersebut.
Mungkin akan lebih baik jika dalam pasal tersebut diterangkan secara khusus soal eksploitasi dan korban-korban perempuan, akan tetapi kenyataannya secara menyeluruh di dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini perempuan bukanlah korban yang harus dilindungi, akan tetapi nantinya perempuanlah yang malah dikejar-kejar oleh UU ini.
Sekarang mari kita lihat juga pasal 4 dan 5 nya yaitu:
Pasal 4
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa.
Pasal 5
Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa.


Dari sini kami lihat nantinya akan ada ketersinggungan antara beberapa Undang-Undang yang telah ada seperti Undang-Undang Pers dan Undang-Undangan penyiaran, bukankah nantinya akan ada hal yang mubazir dari UU ini jika disahkan.
Di dalam dunia film, saat ini kita mengenal adanya badan sensor film, yang tentu saja ada batasan-batasan yang tidak layak di tayangkan, bagaimana jika UU ini nantinya diundangkan dan ternyata batasannya berbeda dengan badan sensor itu sendiri, apakah tidak akan tumpang tindih? Lalu aturan yang mana yang akan dipakai?
Kami melihat UU ini adalah UU yang sedikit dipaksakan, kami katakan demikian karena di dalam KUHP Bagian V mengenai Kejahatan Dan Pelanggaran Mengenai Kesopanan yaitu pada pasal 281, 282, 283,532,533,534 dan 535 juga diatur hal yang hampir serupa dengan UU APP ini.
Mungkin akan lebih efektif jika KUHP itu sendiri diamademen sehingga bisa mengakomodir apa yang tertuang dalam UU APP dengan ancaman hukuman yang lebih diberatkan dari yang telah ada, sehingga nantinya tidak akan terjadi tumpang tindih aturan, yang akhirnya dalam praktek peradilannya akan sangat membingungkan akibat adanya banyak persepsi berkenaan dengan maksud dari pornografi dan pornoaksi itu sendiri, padahal dalam hukum tidak boleh adanya multi interprestasi.
Jadi di sini kami lebih berfikir mungkin UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini jika seandainya menjadi Undang-Undang maka nantinya akan dijadikan alat untuk penyalahan atau pengkambing hitaman atas korban (viktimisasi) saja, akan tetapi apapun hasilnya dari UU ini nantinya, semoga tidak menjadi alat untuk mengekang masyarakatnya sendiri untuk berkreasi dalam arti yang positif.






Labels:

posted by Zainuddin H.Abdulkadir @ Friday, October 31, 2008   0 comments
Photobucket
Adakah Aspek Perlindungan Dalam

UU ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI?

Penulis : Anselma


Nampaknya rumusan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi dan sanksinya yang demikian muluk-muluk akan menjadi satu kelemahan yang sangat mendasar dalam UU ini.
Di lihat dari sudut pandang hukum, UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini cukup aneh, biasanya hukum lebih mengatur mengenai tindakan seseorang yang berkaitan dengan pihak lain, baik itu yang merugikan maupun yang menguntungkan, seperti merampok, memfitnah, mencuri, membunuh, menikah, bercerai dan sebagainya, akan tetapi dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini malah terllihat berambisi untuk mengatur bagaimana seseorang mengekspresikan dirinya untuk mengunakan pakaian maupun berprilaku, sehingga akibatnya akan timbul pertanyaan apakah moral bangsa ini benar-benar tidak ada sehingga perlu diatur mengenai prilaku warga negaranya?

Selain itu saya rasa jika kebebasan seseorang terbelenggu tentu saja UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini bertentangan dengan kebebasan individu sebagai warga negara maupun manusia seutuhnya yang telah dijamin oleh UUD 45.
Dalam pembentukan suatu Undang-Undang haruslah selalu diingat bahwa suatu uu dibuat untuk perlindungan terhadap warga negaranya. Kalau kita melihat dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini yang terdiri dari sebelas bab dan 93 pasal, maka sangat tidak jelas mengenai siapa pelaku yang dimaksud dalam UU ini termasuk siapa korban yang harus dilindungi.
Jika aja definisi pornografi dibatasi pada aspek eksploitasi seksual yang dalam konteks hak asasi manusia dianggap pelanggaran, karena ada suatu serangan, pembedaan dan diskriminasi pada sekelompok orang, saya kira UU tersebut akan bisa diterima dalam masyarakat.
Saat ini definisi tersebut kalau saya baca dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi sangat luas, sehingga tidak jelas konteksnya sehingga cenderung menimbulkan multiinterprestasi bagi siapa saja yang membacanya dan selanjutnya wajar jika pada saat ini timbul kelompok-kelompok yang pro dan kontra akan keberadaan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini, seperti terjadi ketika pengesahan UU tersebut di DPR, dimana fraksi PDI-P dan PDS serta 2 orang dari fraksi Golkar melakukan walk out.
Untuk melihatnya saya akan mencoba membawa ke pada UU Anti Pornografi dan Pornoaksi pada pasal-pasal awalnya saja tanpa menelaah lebih jauh yaitu pada pasal 1 ayat 1 dan 2:
Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :
1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.
2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika dimuka umum.

Pada pasal ini saya mempunyai pemikiran bahwa antara eksploitasi seksual, seksualitas sendiri, kecabulan dan erotika tidak mencerminkan satu hal yang mempunyai arti sekaligus, akan tetapi seolah-olah dicampur adukan tanpa ada pemisahan yang jelas.
Selanjutnya mari kita melangkah ke pasal 3 UU Anti Pornografi dan Pornoaksi :
Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;
a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur lepada Tuhan Yang Maha Esa. ,
b. Memberikan perlindungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat

Menurut hemat saya tujuan dari pasal tersebut adalah untuk perlindungan, akan tetapi sangat disayangkan di dalam pasal tersebut tidak dijelaskan siapa saja yang akan di lindungi dalam pasal tersebut.
Mungkin akan lebih baik jika dalam pasal tersebut diterangkan secara khusus soal eksploitasi dan korban-korban perempuan, akan tetapi kenyataannya secara menyeluruh di dalam UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini perempuan bukanlah korban yang harus dilindungi, akan tetapi nantinya perempuanlah yang malah dikejar-kejar oleh UU ini nantinya.
Jadi di sini saya berfikir mungkin UU Anti Pornografi dan Pornoaksi ini haruslah diperbaiki melalui yudisial review, karena jika tidak maka nantinya akan dijadikan alat untuk penyalahan atau pengkambing hitaman atas korban (viktimisasi) saja termasuk akan banyak daerah-daerah wisata yang akan dirugikan dengan keluarnya UU ini.

Labels:

posted by Zainuddin H.Abdulkadir @ Friday, October 31, 2008   0 comments
About Me

Name: Zainuddin H.Abdulkadir
Home: Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
About Me: Nothing ever happened in the past; it happened in the now, nothing will ever happen in the future;it will happen in the now.
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Template by
ZR AND PARTNER

lbh mabm-kb
-

Blogger TemplatesFree Shoutbox Technology Pioneer Graphic Designer - Company Brand Design
Graphic Designer

 Subscribe in a reader

Subscribe in Bloglines

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!

Subscribe in podnova

Powered by Blogger

Life is Such a Wonderful Thing

Sonic Run: Internet Search Engine

Powered by FeedBurner

Blogger Templates

BLOGGER