Berdasarkan jurisprudensi tetap mengenai hukum pembuktian dalam acara khususnya pengakuan, Hakim berwenang menilai suatu pengakuan sebagai tidak mutlak karena diajukan tidak sebenarnya, Hal bilamana terdapat suatu pengakuan yang diajukan tidak dengan sebenarnya merupakan wewenang judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan tingkat kasasi. i.c. Pengadilan Tinggi mempertimbangkan bahwa pengakuan tergugat I - turut terbanding, yang memihak pada para penggugat-terbanding, tidak disertai alasan-alasan yang kuat (met redenen omkleed) maka menurut hukum tidak dapat dipercaya. Putusan Mahkamah Agung : tgl 16-12-1975 No. 288 K/Sip/1973. Dalam Perkara: Djaenudin lawan 1. A’ah 2. Sardja dan Mukim dkk. dengan Susunan Majelis : 1. Dr. R. Santosa Poedjosoebroto S.H. 2. Bustanul Arifin S.H. 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H. Perkembangan jurisprudensi mengenai pasal 176 M.I.R. (pengakuan yang terpisah-pisah) ialah, bahwa dalam hal ada pengakuan yang terpisah-pisah Hakim bebas menentukan untuk padi siapa harus dibebankan kewajiban pembuktian. Putusan Mahkamah Agung : tgl. 27-11-1975 No. 272 K/Sip/1973. Dalam Perkara : Sjarifudin Gaffar al Pak Ekut Sapik lawan 1. Haji Abdoel Hamid, 2. Haji Achmad Makki dkk. dengan Susunan Majelis 1. DH. Lumbanradja SH. 2. lndroharto S.H. 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.
Dalam hal pengakuan disertai tambahan yang tidak ada hubungannya dengan pengakuan itu, yang oleh doktrin dan jurisprudensi dinamakan “gekwalificeerde bekentenis”., pengakuan dapat dipisahkan dari tambahannya. Putusan Mahkamah Agung : tgl 12-6-1957 No. 117 K/Sip/1956. Dalam Perkara : Boer’i lawan Mohamad Ansor. dengan Susunan Majelis : 1. Mr. K. Wirjono Prodjodikoro. 2. Sutan Kali Malikul Adil. 3. Mr. M.H. Tirtaamidjaja.Labels: yurisprudensi |
Post a Comment
agar blog ini lebih baik, kasi komentar ya