ZR and Partner

we are can help your problem

 
We Office
Kantor Advokat
Zainuddin H.Abdulkadir, SH & Rekan
alamat: Jl. Hasanuddin No. 83 B Kota Pontianak
telp.0561-7566555
fax.0561 773126
email : zanhak @gmail.com
Partnership
Konsultasi
konsultasi gratis
telp.0561 7566555
dengan Anselma, SH
Just For You
zwani.com myspace graphic comments
Traffic
who online
Your Comments here

ShoutMix chat widget
Kalender

Free Blog Content

Your music
Email
You Tube
Photobucket
PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 918/MENKES/PER/X/1993
Monday, December 29, 2008

TENTANG
PEDAGANG BESAR FARMASI
MENTERI KESEHATAN



MENIMBANG :

a. Bahwa persyaratan tentang Pedagang Besar Farmasi seperti tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 243/Menteri.Kes/SK/V/1990 tentang Pedagang Besar Farmasi sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan kefarmasian dewasa ini;

b. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai Pengganti Keputusan Menteri Kesehatan No. 243/Men.Kes/SK/V/1990 tentang Pedagang Besar Farmasi.

MENGINGAT :

1. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 No. 541);
2.Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 tentang Tambahan Lembaran Negara No. 3086);

3.Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495);

4.Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen.

M E M U T U S K A N


MENCABUT : Keputusan Menteri Kesehatan No. 243/Men.Kes/SK/V/1990 tentang Pedagang Besar Farmasi.


MENETAPKAN : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI.


B A B I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1.Pedagang Besar Farmasi adalah Badan Hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai Ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.

2.Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan obat dan alat kesehatan.

3.Sarana Pelayanan Kesehatan adalah Apotik, Rumah Sakit dan Unit Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri, Toko Obat dan pengecer lainnya.

4.Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

5.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

6.Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Departemen Kesehatan.

7.Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan di Propinsi.


Pasal 2


Pedagang Besar Farmasi wajib memiliki izin Usaha Perdagang Besar Farmasi.


Pasal 3


Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke Pedagang Besar Farmasi, Apotik, Toko Obat dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.



BAB II

PEMBERIAN IZIN USAHA PEDAGANG BESAR FARMASI


Pasal 4

(1)Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi diberikan oleh Menteri.

(2)Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin usaha Pedagang Besar Farmasi kepada Direktur Jenderal.

(3)Izin usaha Pedagang Besar Farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan untuk seterusnya selama perusahaan Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan usahanya dan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.

(4)Untuk memperoleh Izin Usaha Besar Farmasi tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun.



BAB III

PERSYARATAN PEDAGANG BESAR FARMASI


Pasal 5

Pedagang Besar Farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a.Dilakukan oleh Badan Hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan Nasional maupun Perusahaan Patungan antara Perusahaan Penanaman Modal Asing yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi di Indonesia dengan Perusahaan Nasional.

b.Mimiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

c.Memiliki Asisten Apoteker atau Apoteker Penanggung Jawab yang bekerja penuh.

d.Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang farmasi.


Pasal 6


(1)Pedagang Besar Farmasi dan setiap cabangnya berkewajiban mengadakan, menyimpan dan menyalurkan perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan Menteri dengan memperhatiakan ketentuan pasal 9.

(2)Pedagang Besar Farmasi wajib melaksanakan pengadaan obat, bahan baku obat dan alat kesehatan dari sumber yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7

(1)Kewajiban dimaksud dalam Pasal 6 dipertanggungjawabkan oleh penanggung jawab teknis seorang Apoteker atau Asisten Apoteker yang mempunyai Surat Izin Kerja.

(2)Kewajiban yang dimaksud dalam Pasal 6 khusus untuk Pedagang Besar Farmasi yang menyalurkan bahan baku obat, wajib dipertanggungjawabkan seorang Apoteker yang mempunyai Surat Izin Kerja.

(3)Setiap penggantian penanggung jawab dimaksud ayat (1) wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kepada Kepala Kantor Wilayah setempat.

Pasal 8


Pelanggaran ketentuan dalam pengadaan, penyimpanan dan penyaluran menjadi tanggung jawab Direktur dan Penanggung Jawab Teknis.

Pasal 9

(1)Pedagang Besar Farmasi dan setiap cabangnya wajib menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengelolaan, pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran perbekalan farmasi serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Pedagang Besar Farmasi.

(2)Gudang wajib dilengkapi dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan perbekalan farmasi yang disimpan.

(3)Gudang dan Kantor Pedagang Besar Farmasi dan setiap cabangnya dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh direksi dan penanggung jawab.

(4)Pedagang Besar Farmasi Wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib di tempat usahanya mengikuti pedoman teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 10


(1)Pedagang Besar Farmasi yang menyalurkan bahan baku farmasi wajib menguasai laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan baku farmasi yang disalurkan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(2)Untuk setiap pengubahan kemasan bahan baku obat dari kemasan aslinya wajib dilakukan pengujian laboratorium untuk identifikasi.

Pasal 11

Pendirian Cabang Pedagang Besar Farmasi di Propinsi wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Pemeriksaan Obat dan Makanan.

BAB IV

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN PEMBERIAN PERSETUJUAN IZIN USAHA PEDAGANG BESAR FARMASI

Pasal 12

(1)Permohonan izin usaha diajukan pemohon kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-1.

(2)Permohonan izin usaha diajukan setelah Pedagang Besar Farmasi siap untuk melakukan kegiatan.

(3)Dengan menggunakan contoh formulir Model POM-2 Kepala Kantor Wilayah selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan wajib telah menugaskan Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesaipan Pedagang Besar Farmasi untuk melakukan kegiatan.

(4)Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan selambat-lambatnya 6 (enam) hari setelah penugasan dari Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-3.

(5)Kepala Kantor Wilayah selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh formulir model POM-4.

(6)Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) samapai dengan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang ersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-5.

(7)Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaaan sebagaimana dimaksud ayat (5) atau pernyataan dimaksud ayat (6), Direktur Jenderal mengeluarkan izin usaha Pedagang Besar Farmasi atau menundanya dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-6 atau POM-7.

Pasal 13

(1)Penundaan Pemberian Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (7) dilakukan apabila pemohon belum memiliki/memenuhi salah satu hal sebagai berikut :

a.Persyaratan administratif

b.Nomor Pokok Wajib Pajak.

c.Penanggung jawab yang bekerja penuh

d.Bangunan dan sarana untuk melaksanakan pengelolaan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi.

(2)Terhadap penundaan sebagaiamana dimaksud dalam ayat (1) Pedagang Besar Farmasi diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak menerima surat penundaan.

(3)Apabila kesempatan untuk melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dipenuhi, maka permohonan Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi ditolak dengan menggunakan formulir model POM-8.

(4)Apabila pemohon sudah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka izin Usaha Pedagang Besar Farmasi diberikan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12.

BAB V

TATA CARA MENYALURKAN PERBEKALAN FARMASI
Pasal 14


(1)Pedagang Besar Farmasi dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik di tempat kerjanya atau di tempat lain.

(2)Pedagang Besar Farmasi dilarang melayani resep dokter.

Pasal 15


Pedagang Besar Farmasi dilarang melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika dan psikotropika tanpa izin khusus dari menteri.

Pasal 16


Pedagang Besar Farmasi hanya melaksanakan penyaluran obat keras kepada Pedagang Besar Farmasi, Apotik dan Rumah Sakit serta institusi yang diizinkan berdasarkan Surat Pesanan yang ditandatangani Apoteker Pengelola Apotik atau Apoteker penanggung jawab instalasi farmasi Rumah Sakit atau oleh Asisten Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi atau Apoteker penanggung jawab unit yang diizinkan Menteri.

Pasal 17


(1)Pedagang Besar Farmasi wajib membukukan dengan lengkap setiap pengadaan penyimpanan dan penyaluran perbekalan faramsi sehingga dapat dipertanggungjawabkan setiap saat dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang dimaksud Pasal 9 ayat (4).

(2)Pembukuan dimaksud ayat (1) mencakup Surat Pesanan, Faktur Penerimaan, Faktur Pengiriman dan Penyerahan, Kartu Persedian di gudang maupun di kantor Pedagang Besar Farmasi.

BAB VI

INFORMASI PEDAGANG BESAR FARMASI


(1)Pedagang Besar Farmasi dan setiap cabangnya wajib menyampaikan laporan secara berkala sekali 3 (tiga) bulan mengenai usahanya yang meliputi jumlah penerimaan dan penyaluran masing-masing jenis obat kepada Direktur Jenderal dan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat, dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-9.

(2)Pedagang Besar Farmasi yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai perundang-undangan yang berlaku disamping laporan berkala seperti disebut dalam ayat (1).

BAB VII

PENCABUTAN IZIN USAHA PEDAGANG BESARA FARMASI
Pasal 19
Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi beserta cabangnya dicabut dalam hal :

a.Tidak memperkerjakan Apoteker atau Asisten Apoteker Penanggung Jawab yang memiliki Surat Izin Kerja; atau

b.Tidak aktif dalam penyaluran obat selam 1 (satu) tahun; atau

c.Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini; atau

d.Tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali berturut-turut; dan atau

e.Tidak memenuhi ketentuan Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, 15, 16 dan 17.

Pasal 20

(1)Pelaksanaan pencabutan izin usaha Pedagang Besar Farmasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 dilakukan setelah dikeluarkan :

a.Peringatan secara tertulis kepada perusahaan Pedagang Besar Farmasi sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh formulir model POM-10.

b.Pembekuan izin usaha Pedagang Besar Farmasi untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Usaha Pedagang Besar Farmasi dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-11.

(2)Pembekuan izin usaha Pedagang Besar Farmasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) b, dapat dicairkan kembali apabila Pedagang Besar Farmasi telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini.

(3)Pejabat yang berwenang memberi peringatan dan melakukan pembekuan izin seperti disebutkan pada ayat (1) adalah Direktur Jenderal.

(4)Pejabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha Pedagang Besar Farmasi adalah Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir Model POM-12.

(5)Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah Pedagang Besar Farmasi yang sudah tidak aktif lagi selama 1 (satu) tahun sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 19 huruf (b).

Pasal 21

Pembekuan atau pencabutan izin usaha Pedagang Besar Farmasi berlaku untuk seluruh cabang Pedagang Besar Farmasi.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 22

Sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 1976 Narkotika, Undang-undang Obat Keras No. 541 Tahun 1937, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, disamping sanksi dimaksud dalam Pasal 19, Pedagang Besar Farmasi yang melanggar ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi pidana.

BAB IX
PEMBINAAN
Pasal 23

(1)Pembinaan terhadap Pedagang Besar Farmasi dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.

(2)Pembinaan dimaksud ayat (1) meliputi pelaksanaan kebijaksanaan umum di bidang pengadaan, penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi yang ditetapkan Menteri.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 24

Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi yang dikelurakan berdasarkan Surat Keputusan berlaku pula bagi gudang atau tempat penyimpanan peralatan, perlengkapan, bahan baku, obat jadi dan alat kesehatan yang dikuasai Pedagang Besar Farmasi untuk keperluan kegiatan usahanya.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25

Semua ketentuan Menteri tentang Pedagang Besar Farmasi yang telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya peraturan ini masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini.

Pasal 26

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 23 Oktober 1993

MENTERI KESEHATAN



(Prof. Dr. SUJUDI)

Labels:

posted by Zainuddin H.Abdulkadir @ Monday, December 29, 2008  
0 Comments:

Post a Comment

agar blog ini lebih baik, kasi komentar ya

<< Home
 
About Me

Name: Zainuddin H.Abdulkadir
Home: Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
About Me: Nothing ever happened in the past; it happened in the now, nothing will ever happen in the future;it will happen in the now.
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Template by
ZR AND PARTNER

lbh mabm-kb
-

Blogger TemplatesFree Shoutbox Technology Pioneer Graphic Designer - Company Brand Design
Graphic Designer

 Subscribe in a reader

Subscribe in Bloglines

Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!

Subscribe in podnova

Powered by Blogger

Life is Such a Wonderful Thing

Sonic Run: Internet Search Engine

Powered by FeedBurner

Blogger Templates

BLOGGER