1. Jika seseorang Pejabat Pegawai Negeri didakwa dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang no. 31 tahun 1999 jo. Undang-undang 20 tahun 2001 secara subsidairitas, maka jika terbukti, terdakwa dikenakan pasal 2 undang-undang tersebut karena "setiap Orang" dalam pasal tersebut berarti siapapun, baik Pegawai Negeri/Pejabat ataupun Swasta. 2. Jika terpidana dijatuhi hukuman pidana penjara sebagai pidana pokok dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti subsidair pidana penjara pengganti, setelah selesai terpidana menjalani pidana pokok secara berlanjut terpidana melaksanakan pidana tambahan. 3. Terhadap pidana tambahan pembayaran uang pengganti disubsidair dengan pidana penjara bila tidak dibayar oleh terpidana maka berlaku ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-undang No. 20 tahun 2001. 4. Ketentuan pasal 14 a KUHP hanya dapat diterapkan secara eksepsional terhadap tindak pidana korupsi. 5. Bilamana di dalam Undang-undang ada diatur ketentuan batas minimal dan batas maksimal pemidanaan, maka ketentuan tersebut tidak dapat disimpangi. 6. Terhadap pasal-pasal tertentu di dalam undang-undang tindak pidana korupsi yang mencantumkan secara alternatif pidana yaitu pidana penjara dan atau denda antara lain pasal 3, 5, 7 dan 11 undang-undang no. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dapat dikenakan: Pidana penjara dan denda; Pidana penjara saja atau; Pidana denda saja. 7. Terhadap perubahan surat dakwaan berlaku pasal 144 KUHP. 8. Setiap pelanggaran ketentuan undang-undang yang mengakibatkan kerugian keuangan dan perekonomian negara, dapat diajukan sebagai tindak pidana korupsi apabila secara tegas dinyatakan didalam undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam pasal 14 UndangUndang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. 9. Ketentuan tentang barang bukti dalam tindak pidana kehutanan (yaitu semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau termasuk alat angkut yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan) dalam pasal 78 ayat (15) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 secara imperatif harus dirampas untuk negara. 10. Selama pemeriksaan dipersidangan berlangsung hakim tidak diperkenankan untuk memberi ijin pinjam pakai terhadap barang bukti berupa alat angkut yang dipergunakan dalam melakukan tindak pidana kehutanan Undang Undang No. 41 Tahun 1999 karena secara imperatif harus dirampas untuk negara. 11. Barang bukti dalam tindak pidana perikanan Undang-Undang No. 31 Tahun 2001 yang dirampas untuk negara, pelaksanaannya mengacu pada pasal 273 ayat (3) KUHAP yaitu dimasukkan dalam kas negara dan hakim pidana tidak boleh masuk dalam kawasan hukum perdata dengan melakukan pembagian atas hasil penjualan barang bukti tersebut. 12. Batas usia anak yang diadili oleh pengadilan anak (Undang-Undang No. 3 Tahun 1997) adalah minimal berumur 8 (delapan) tahun tetapi belum berusia 18 tahun serta belum pernah kawin (pasal 1 butir 1 dan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 1997). Adapun batas usia yang diatur dalam ketentuan undang undang lain hanya berlaku dalam undang-undang itu sendiri. 13. Terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana diluar KUHP diadili tetap mengacu atau berlaku pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. 14. Hak untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) hanya diberikan kepada terpidana atau ahli warisnya (pasal 263 ayat 1 KUHAP) dengan adanya ketentuan yang tegas dan limitatif tersebut maka yang bukan sebagai terpidana atau ahli warisnya, tidak dapat mengajukan peninjauan kembali (PK). Sumber: Varia Peradilan Oktober 2007. Labels: pidana khusus |
Post a Comment
agar blog ini lebih baik, kasi komentar ya